Minggu, 19 Juni 2011

proposal gagal ginjal kronis


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronis adalah merupakan gangguan fungsi Renal yang progresif dan ireversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan Elektrolit menyebabkan Uremia (retensi Urea dan sampah Nitrogen lainnya dalam darah).
(Bunner & Suddenth, 2002 :1148)
Menurut The third Nasional and Nutrision axsaminasion survey (NHANES III) memperkirakan prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronis di Amerika Serikat 10,8% atau 19,2 juta orang. Data tahun 1995-1999 insiden Gagal Ginjal Kronik mencapai 100 kasus per sejuta penduduk, di Indonesia diperkirakan insiden Gagal Ginjal kronis mencapai 100-150 kasus per satu juta penduduk. Insiden gagal Ginjal Terminal (GTT) meningkat di dunia, dengan diperkiraan lebih dari tiga juta kasus pertahun dalam tiga dekade terakhir manajemen dari GTT (Gagal Ginjal Terminal) lebih fokus pada terapi pengganti yaitu dengan dialisis atau dengan tranpalantasi. Menurut dari data United State Renal data sisitem 42% kematian pada pasien Hemodialisis disebabkan kelainan pada jantung, dimana 22,4% di sebabkan henti Jantung atau Aritmia.
Di U.S.A. pada tahun 2000 GTT lebih dari 375.000 orang pertahun dan 2010 diperkirakan meningkat 651.000 0rang pertahun, dimana 275.000 orang menjalani Hemodialisis dan 100.000 menjalani teranpalantasi.
(http:/www.scribd.com/doc/32601617/arterial-Fibrilisasi-pada-pasien-gagal-ginjal-kronis-henodialisa-dan-penggunaan –oral-antikuagulan)
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data dari Penetri (Persatuan Netrologi Indonesia) di perkirakan ada 70 ribu penderita ginjal di Indonesia, indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal cukup tinggi. Namun yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah (emodialim) hanya sekitar 4 ribu – 5 ribu saja ini dari jumlah penderita ginjal yang mencapai 4500 orang. Banyak penderita yang meninggal dunia akibat tidka mampu berobat dan cuci darah yang bianya sangat mahal ”kata Sri Soedarsono Ketua Yayasan Pembinan Asuhan Bunda (YPAB) Rumah Sakit Khusus Ginjal (RSKG) di sela acara peringatan ulang tahun Ke-16 Rumah sakit tersebut. (http://suksesdantrik.blogspot.com/2011/04/kti-prilaku-pasien-penderita-gagal.html)
Data WHO kata Prof dr Harun Rasyid Lubis SpPD KGH saat memperingati hari ginjal sedunia di tahun 2011 di klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasida Jalan Di Panjaitan Medan belum lama ini, dari tahun 2000 yang hanya 1,1 juta pasien cuci darah, di 2010 sudah 2,1 juta orang. Penyebab Gagal Ginjal terbesar 70% akibat Dibetas Militus Tipe II disusul penyakit hipertensi.
(http.:www.antarasumut.com/berita-terkini/kesehatan/36-juta-warga-dunia-meninggal-gagal-ginjal)
Pada penderita Gagal Ginjal Kronik, hampir selalu disertai dengan Hipertensi, sebab hipertensi dan penyakit Ginjal Kronik merupakan dua hal yang selalu berhubungan erat. Selain itu juga penyakit ginjal telah lama di kenal sebagai penyebab Hipertensi sekunder. Hipertensi terjadi pada labih kurang 80% penderita Gagal Ginjal Terminal (GTT). Hipertensi pada penderia Gagal Ginjal Kronik dapat terjadi sebagai efek dari penyakit pembuluh darah yang telah ada sebelumnya atau akibat dari penyakit itu sendiri. Adanya beberapa penyakit penyerta yang terjadi pada penderita Gagal Ginjal Kronik seperti Diabetes dan Hipertensi dapat mempercepat buruknya fungsi ginjal penderita.
(http://www.analisadaily.cam/index.php?option=com_content&view=article&id=89103:penyakit-gagal-ginjal-jadi-pembunah-massal-di-20-tahun-mendatang&catid=31:umum&itemid=30)
Berdasarkan masalah di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti gambaran kasus gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe 2010.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah: Bagaimana Gambaran Kasus Gagal Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe tahun 2010.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran kasus Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Distribusi kasus Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 berdasarkan usia.
b. Untuk mengetahui Distribusu kasus Gagal Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 berdasarkan Jenis Kelamin.
1.4 Mamfaat Penelitian
Adapun Mamfaat Penelitian yang dapat diambil adalah:
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah ilmu wawasan dan pengetahuan dan aplikasi dapat selama perkuliahan di Akper Takasima Kabanjahe.

2. Bagi Intitusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan reverensi di Perpustakaan Akper Takasima Kabanjahe dan sebagai bahan bacaan dalam penelitian di masa yang akan datang mengenai Gagal Ginjal Kronik.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanaan dalam menangani penyakit Gagal Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
4. Bagi Peneliti Berikutnya
Sebagai bahan acuan penelitian berikutnya mengenai Kasus Gagal Ginjal Kronik dengan lebih baik dan optimal.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Medis
2.1.1. Defenisi
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau tranpalantasi ginjal. (Sudoyo, 2006: 570)
Gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine. (http://herbal-xanthone.com/?%3B-gaga ginjal)
Gagal ginjal (chronic renal failure, CRF) adalah terjadinya kedua ginjal yang sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. (Baradero, dkk, 2009: 124)
2.1.2. Etiologi
Glomerolonefritis, nefropati analgesik, nefrotipati refluks, ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab lainya hipertensi, obtruksi, gout, dan tidak diketahui.
( Mansjoer 2001, 532)
- Tekanan darah tinggi
- Diabetes Melitus
- Adanya sumbatan pada saluran kemih ( batu, Tumor, Penyempitan/Striktur)
- Kelainan autoimun.
- Menderita penyakit kanker
- Kelainan pada ginjal, dimana terjadi akibat peradangan oleh organ itu sendiri
- Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan ileh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi
(http://www.infopenyakit.com/2008.05/penyakit-gagal-ginjal-kronis.html.

2.1.3. Anatomi Dan Fisiologi
Ginjal

(http://www.google.com/imgres?imgurl=http://www.kabarindonesia.com/gbrberita/200804/20080415093926.jpg&imgrefur)

(http://www.google.com/imgres?imgurl=http://www.afarewellrescue.com/wp-content/uploads/2010/08/kidney.jpg&imgrefurl=http:/ September 6th, 2010)

Ginjal
Terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal. Di sebelah kanan dan kiri tulang belakang dibungkus lapisan lapisan lemak yang tebal. Di belakang peritoneum, dan karena itu di luar rongga peritoneum.
Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebralis torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal sedikit lebih rendah dari kiri, karena menduduki ruang banyak disebelah kanan.
Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 71/2 sentimeter, dan tebal 11/2 sampai 2 ½ sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram.
Bentuk ginjal seperti ginjal biji kacang dan sisi dalamnya atau hilun menghadap ketulang punggung. Sisi luarnya cembung, pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk masuk dan keluar pada hilun. Di atas setiap ginjal menjelang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri.
(Anatomi dan Fsiologis Untuk Para Medis, 1999: 248)
Fungsi ginjal
1. Pengaturan keseimbangan air,
2. Pengaturan konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah.
3. Eskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
(Anatomi dan Fsiologis Untuk Para Medis, 1999: 248)
Struktur Ginjal
Setiap ginjal di lengkapi tipis dari jaringan fibrus yang rapat membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian kortex di sebelah luar, dan bagian modula disebelah dalam. Bagian modula ini tersusun atas lima belas sampai enam belas massa berbentuk pyramid, yang disebut pyramid ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di klirens. Klirens ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal. (Anatomi dan Fsiologis Untuk Para Medis, 1999: 248)
Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteri renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata. Arteria interloburalis yang berada ditepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut dengan glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi alat yang disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meningkat sampai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (visika urinaria), panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm. ureter sebahagian terletak dalam rongga abdomen dan sebahagian terletak dalam rongga pelvis.
Visika Urinaria
Visika urinaria (kandung kemih) dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak dibelakang simpisis pubis didalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum visika umbilikalis medius.
Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.


1. Uretra pria
Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan pibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjangnya ± 20 cm.
2. Uretra wanita
Pada wanita, terletak dibelakang simpisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm.
Berkemih
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stress reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah yang ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses kemih urine)
Urine
Mikturisi (berkemih) merupakan refleks yang terdapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat persyarapat yang lebih tinggi dari manusia. Gerakan oleh kotraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga dan berbagai organ yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter tetapi berbeda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.


Komposisi urine
Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air, zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin, elektrolit (natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, posfat dan sulfat), pigmen (bilirubin, urobilin), toksin, hormone. (Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, 2006: 237-249)
2.1.4. Fisiologi Ginjal
1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan diekresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
2. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit pendarahan (diare, muntah) ginjal akan meningkatkan eksresi ion-ion yang penting.
3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan oleh akhir metabolisme protein. Apabila banyak makan sayur-sayuran, urine akan bersifat basah. pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahn pH darah.
4. Ekskresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksis, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistim renin angio-tensin aldesteron) pembentuk eritropoisesis mempunyai penana penting untuk memperoses pembentukan sel darah merah (eritropoisesis).
(Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, 2006: 237-249)
2.1.5. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diakresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. terjadinya uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. semakin banyak timbun produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens subtansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urine 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatini. Menurunnya fungsi pilterasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatini akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karna sumtansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masuknya protein dalam diit, matabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi Cairan dan Natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsetrasikan atau mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir; respon ginjal yang sesuai tahap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung koknitif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiostensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekreksi aldostron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipopolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan Air dan natrium, yang semakin memburuk status uremik
Asidosis
Dengan semakin berkembang penyakit renal, terjadi asidosis renal metabolik seirang dengan ketidakmampuan ginjal mengekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengsekresikan ammonia (NH3) dan mengabsobsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan eskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropein yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami pendarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal, eritropein, suatu subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal, mentimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropein menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat.
Obdominalis utama yang lain pada gagal ginjal kronik adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fasfat memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun, terdapat peningkatan kadar fospat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar serum kalsium menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berserpons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya, kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolisme aktif vitamin D (1,25 –dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembang gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik
Sering disebut osteodistropi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronik berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini. (Brunner & Suddarth, 2002: 1448)
2.1.6. Perjalanan klinis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat di bagi menjadi 3 stadium:
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40%-75%). Tahap inilah yang paling ringan, di mana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasakan gejala dan pemeriksaan Laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan bahan kerja yang berat, sperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faat ginjal antar 20%-50%). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas sperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal yang mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemulan anemia pada gagal ginjal denan faal ginjal diantaranya 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas mulai terganggu.
Stadium III
Uremia ginjal (faal ginjal kurang dari 10%) semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya, gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas pusing sakit kepala air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFRnya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang.
Pada keadaan ini kereatin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena tidak sanggup lagi mempertahankan hemoestesis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari kerena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, komplek perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk tranpalantasi ginjal atau dialisis.
(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/gagal-ginjal-kronik/)
2.1.7 Manifestasi Klinis
1. Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongnitif, udema pulmoner, perikarditis
Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
Edema periorbital
Friction rub pericardial
Pembesaran vena leher.
2. Dermatologi
Warna kulit abu-abu meningkat
Pruritus
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
Krakels
Sputum kental dan liat
Nafas dangkal
Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan
Nafas berbau ammonia
Ulserasi dan pendarahan mulut
Kontipasi dan diare
Pendarahan saluran cerna.
5. Neurologi
Tidak mampu konsentrasi
Kelemahan dan keletihan
Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
Disorientasi
Kejang
Rasa panas pada telapak kaki
Perubahan prilaku
6. Muskuloskeletal
Kram otot
Kekakuan otot hilang
Kelemahan pada tungkai
Fraktur tulang
Foot drop
7. Reproduktif
Amenore
Atrofi testeskuler
http://pustaka-kesehatan.weebly.com/uploads/5/5/1/8/5518879/11.rtf
Abnormalitas Hormonal
Anemia
Hipertensi
Malnutrisi
8. Perkemihan
Kerusakan nefron
- Haluaran urin berkurang
- Berat jenis urin berkurang
- Proteinuria
- Fragmen dan sel dala urin
- Natrium dalam urin berkurang
(Baradero, dkk, 2009: 129)
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain:
1. Hiperkalemia, Akibat penurunan eksresi asidosis metabolic, kata bolisme dan masukan diit berlebih
2. Perikarditis, efusi perincalkdial dan temponade jantung
3. Hipertensi, Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem rennin angioaldosteron
4. Anemia, Akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, pendarahan gasstrointestina akibat iritasi
5. Penyakit tulang, Akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium
(http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2128674-komplikasi-gagal-ginjal-kronis-dan/#ixzz1PURgY0Mi)
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium darah:
BUN, Kreatin, elektrolit (Na, K, Ca, phospat) Hematologi (Hb, trombosit, Ht, loukosit), protein, antibodi (kehilangan protein dan imunuglobin)
2. Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hiperteropi venterikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi,Hipoksemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal kortek ginjal, kepadatan prenkrin ginjal, anatomi sistem palviokarliser, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi
Ranogram, intravenous pyelography, retrograde pyelography, renal aretriografi dan venografi, CT Scan, MRI, renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
(http://pustaka-kesehatan.weebly.com/uploads/5/51/85518879/11.rtf)
2.1.9 Terapi Pengobatan
Dialisis
Dialisis adalah pergerakan cairan dan butir-butir (partikel) melalui membran semiperniabel. Dialisis adalah suatu tindakan yang memulihkan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengendalikan keseimbangan asam basa, dan mengeluarkan sisa metabolisme dan bahan toksin dari tubuh.
Hemodialisis
Hemodilaisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuh melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi kedalam tubuh pasien. Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk membawa darah pasien ke dan dari dializen (tempat terjadi pertukaran cairan, elektrolit, dan zat sisa tubuh), serta dializer.

Gambar mesin dialisar
Dialisis Peritoneal
Pada dialisis peritoneal, cairan pendialisis dimasukkan kedalam rongga peritoneum dan peritoneum menjadi membran pendialisis. Hemodiasis berlangsung selama2-4 jam, sedangkan dialisis peritoneal berlangsung selama 36 jam. Dialisis peritoneal dipakai untuk menangani gagal ginjal akut dan kronik. Dialisis peritoneal dapat dilakukan dirumah atau dirumah sakit.
(Baradero, dkk, 2009: 134)
Teranpalantasi ginjal
Teranpalantasi ginjal telah menjadi pilihan bagi mayoritas pasien dengan penyakit renal keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki keadaan sejahtera, dan harapan untuk hidup secara normal. Selain itu, biaya tranplantasi yang sukses dibandingkan dialisis adalah sepertinya tahap akhir. Pasien memilih teranpalantasi ginjal dengan berbagai alasan. (Smeltzer & Bare, 2002:1457)
2.1.10 Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadinya komplikasi penyakitnya. Prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit anemia, asidosis metabolik, hiperkalemia, tekanan darah yang cenderung tidak normal, edema, edema paru, fruktuasi berat badan, dan penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefritis, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit dasar lainnya. Faktor umur, jenis kelamin dan frekuensi hemodialisis juga perlu dipertimbangkan sebagai sebab kematian. Keluaran dalam studi prognosis pasien gagal ginjal kronis adalah kematian.
Ada 4 faktor prognosis gagal ginjal kronis yaitu penyakit dasar yang lain (PDL), edema paru (EP), frekuensi hemodialisis (FHD) dan fluktuasi berat badan (FBB) berpengaruh nyata terhadap waktu survival berarti belum terkoreksi dengan baik oleh terapi hemodialisis, sedangkan faktor prognosis lainnya sudah terkoreksi dengan baik.
(http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004-suharto-969-cox)
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian tentang Gambaran Kasus Gagal Ginjal kronis Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen


3.2 Defenisi Operasional
Adapun defenisi operasional yang dapat peneliti rumuskan dari pariabel diatas adalah:
1. Gagal Ginjal Kronis
Suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut.
2. Usia
Usia di hitung sejak lahir samapi menderita penyakit Gagal Ginjal Kronis.
3. Jenis kelamin.
Keromosom seks yang dimiliki oleh seseorang.



3.3 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tentang objek yang akan diteliti Gagal Ginjal Kronis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4.1. lokasi
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada tanggal ............. juni 2011.
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data pasien yang menderita Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 sebanyak........ orang.
3.5.2. Sampel
Sampel di dalam penelitian ini adalah saluruh data pasien yang menderita Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 sebanyak .......... orang.


3.6 Metode Penelitian Data
Data yang diperlukan untuk penelitian ini berasal dari data Medikal Record di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2010 bersifat data sekunder.
3.7 Teknik Pengelolaan dan Analisa Data
3.7.1. pengolahan Data
Data mengelola data dapat dilakukan dengan:
a. Editing
Data yang dikumpulkan diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai dengan yang diharapkan kemudian diolah sehingga jelas sifatnya.
b. Tabulating
Mengelompokkan data dalam satu tabel menurut sifatnya sesuai dengan tujuan penelitian.
3.7.2. Analisa Data
Analisa data yang diambil dala penelitian ini adalah teknik analisa kuantitatif